KAJIAN PERTANIAN
Sabtu, 8 Januari 2011
Sejak akhir tahun 2010, harga jual cabe di pasaran mulai meroket. Harganya dapat mencapai beberapa kali lipat dibanding dengan harga normal. Masyarakat pun bertanya-tanya, apa sebenarnya yang melatarbelakangi fenomena ini? Cabe yang sebenarnya hanya bagian kecil dari lingkup pertanian ini, mampu membuat resah banyak pihak.
Menteri Pertanian BEM KM IPB mengidentifikasi tiga permasalahan utama penyebab kenaikan harga cabe. Pertama adalah masalah hama dan penyakit yang menyerang cabe sehingga menurunkan produktivitasnya. Terdapat beberapa jenis penyakit yang mengganggu tanaman cabe saat ini, diantaranya yaitu penyakit kuning dan antraknosa. Penyakit kuning yang disebabkan oleh virus gemini, telah merusak tanaman cabe di Bojonegoro, Jawa Timur hingga mencapai 30 %. Kini, penyakit ini pun telah ditemukan berjangkit di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Kalimantan Selatan. Sementara itu, dengan curah hujan yang masih cukup intensif, memungkinkan cendawan Colletotrichum capsisi, penyebab penyakit antraknosa berkembang dan menghancurkan hasil produksi antara 20-90 %. Salah satu alasan yang diungkapkan oleh pemerintah menanggapi fenomena ini adalah hujan yang mengakibatkan cabe menjadi busuk sehingga banyak petani gagal panen. Secara ilmiah, hujan mengandung unsur N kemudian diserap oleh tanah, ditambah lagi pemberian kandungan N pada pupuk yang terlalu banyak oleh petani, mengakibatkan kandungan unsur N yang diserap tanaman menjadi berlebih, sehingga proses pembusukan terjadi lebih cepat.
Permasalahan yang kedua adalah bencana alam berupa letusan gunung Merapi yang membuat berbagai tanaman pertanian di sekitar lokasi bencana menjadi rusak. Salah satu sentra cabe yaitu Magelang, juga terkena dampak abu vulkanik tersebut, sehingga menjadi alasan terjadinya kenaikan harga cabe maupun sayur mayur lainnya.
Permasalahan terakhir yaitu adanya ulah bandar atau spekulan yang memainkan harga di pasaran. Cabe adalah salah satu komoditas yang permintaannya cenderung naik seiring pertumbuhan populasi penduduk di dunia. Di negara kita khususnya, kebutuhan akan cabe selalu meningkat saat terdapat perayaan-perayaan, dan jika produktivitas cabe menurun, para spekulan akan memainkan trik untuk menaikkan harga, sehingga terjadi kompetisi antar pelanggan yang sangat membutuhkan cabe tersebut. Setidaknya, ketiga permasalahan tersebut mampu memberikan gambaran untuk menentukan langkah apa yang bisa dilakukan mahasiswa, serta solusi apa yang dapat ditawarkan pada pemerintah.
Sinergisitas antara berbagai stakeholder harus lebih diutamakan dibanding kepentingan pribadi. Mentan BEM KM IPB menambahkan, sistem kluster yang telah dilaksanakan di Tegal, dimana didalamnya terdapat pengusaha, pemerintah, institusi, dan petani, dapat menjadi contoh yang bagus. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan bargaining position petani, agar tidak selalu menjadi pihak yang menikmati keuntungan paling kecil, jika tidak boleh dikatakan bahwa mereka sebenarnya dirugikan. Salah satu peserta kajian mengungkapkan bahwa untuk komoditas pertanian seperti cabe, yang merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi produk jadi lainnya, memiliki present value danfuture value yang berbeda. Jika harga cabe segar sifatnya fluktuatif, dan saat ini sedang mengalami kenaikan, tidak begitu halnya dengan harga sambal kemasan yang notabene berbahan dasar cabe, harganya cenderung tidak mengalami perubahan. Mengutip pernyataan Menteri Perdagangan RI, bahwa ketika harga cabe naik, carilah barang substitusinya, tidak usah terlalu dipusingkan. Namun kembali, masalah selera yang bermain disini, dan masyarakat lah yang mengambil keputusan.
Beberapa solusi pun coba ditawarkan dari hasil kajian ini. Konsep menanam sendiri di pekarangan menjadi salah satu alternatif. Sebenarnya, Menteri Pertanian RI pun sudah mencanangkan gerakan ini. Disinilah peran mahasiswa untuk bergerak nyata, jangan sampai semua itu hanya menjadi himbauan belaka, tanpa ada realisasinya di lapang. Meskipun pembudidayaan cabe tergolong mudah, masyarakat tetap memerlukan pendampingan agar dapat dipastikan bahwa cabe yang mereka tanam berhasil tumbuh dan berbuah. Tidak hanya cabe sebenarnya, berbagai komoditas pertanian lain pun sebenarnya dapat ditanam sendiri di pekarangan, ataupun dengan media polybag. Sehingga, jika suatu ketika produktivitasnya mengalami penurunan, maupun terjadi fluktuasi harga di pasar, masyarakat tidak terlampau panik karena mereka memiliki cadangan dari hasil menanam sendiri di pekarangan ini.
Selain itu, melihat fenomena ini, pemerintah sebaiknya perlu membuat kebijakan terkait harga maksimum cabe di pasaran. Karena jika tidak dilakukan, para spekulan dapat dengan leluasa memainkan harga tersebut, dan tentunya akan sangat merugikan konsumen. Sistem informasi harga cabe, juga diperlukan agar tidak terjadi pembohongan publik. Selain itu, semua komoditas sebaiknya mendapatkan pengawasan dari pemerintah, bukan hanya komoditas tertentu saja, karena sulit menjamin kestabilan harga maupun produktivitas dari suatu komoditas. Terakhir, kita memerlukan teknologi pemanfaatan cabe kering. Selain dapat menjadi solusi jangka panjang, dengan adanya teknologi ini, akan menambah nilai dari produk yang dihasilkan.
Oleh karena itu, kami dari Kementerian Pertanian BEM KM IPB mengajak teman-teman dari berbagai kelembagaan maupun disiplin keilmuan, untuk bersama-sama memberikan solusi nyata terhadap permasalahan ini. Mari bergerak bersama, bersinergi, untuk mewujudkan masa depan pertanian yang lebih baik.
HIDUP PERTANIAN INDONESIA!!!
Kementerian Pertanian BEM KM IPB
Kabinet IPB BERSAHABAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar